Cukai Harus Menyasar Plastik Industri yang Lama Terurai
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan Foto : Arief/mr
Cukai kantong plastik yang sekarang Rp 200 per plastik mungkin akan naik sebesar Rp 450 - Rp 500. Ini dinilai akan membebani konsumen rumah tangga dan tak berdampak pada pengurangan penggunaan kantong plastik ritel. Sebaiknya cukai plastik menyasar pada industri besar yang memproduk barang-barang plastik yang sangat lama terurai di alam.
“Sebaiknya dari hulu industri yang memproduksi bahan baku plastik yang dikenakan cukai, yaitu mulai dari produksi polipropilena. Bukan kantong plastik kresek, karena akan langsung berimbas kepada rumah tangga," kata Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat diwawancara Parlementaria lewat sambungan telepon, Minggu (7/7/2019). Selain itu, cukai plastik juga akan mengurangi penghidupan para pemulung dan industri plastik UMKM.
Mengutip kajian World Wide Fund (WWF), legislator asal Sukabumi ini menjelaskan, berbagai produk berbahan plastik butuh waktu sangat lama untuk terurai di alam. Botol plastik minuman, misalnya, butuh waktu 450 tahun untuk terurai. Bahkan, cangkir plastik kopi bisa sampai 500 tahun. Begitu juga sikat gigi plastik butuh 500 tahun untuk terurai. Sementara kantong plastik ritel yang biasa digunakan konsumen rumah tangga butuh 20 tahun.
“Pengenaan cukai tidak mempengaruhi penggunaan kantong plastik dan pengurangan sampah plastik secara signifikan. Harusnya yang kena cukai, produk plastik industri yang waktu urainya lebih panjang daripada kantong kresek. Sebaiknya dari hulu yang dikenakan cukai, yaitu industri yang memproduksi polipropilena" papar politisi Partai Gerindra itu.
Polipropilena sendiri adalah bahan dasar plastik yang dibuat industri kimia untuk memproduksi berbagai aplikasi barang plastik seperti tali plastik, wadah plastik, gelas plastik, kantong plastik, sampai komponen otomotif. Ditambahkan Heri, butuh pendalaman lebih lanjut dan kritis atas semua kebijakan cukai plastik agar tak mereduksi industri kecil yang menggunakan bahan baku plastik dan juga tak merugikan konsumen rumah tangga. Apalagi, kebijakan ini juga bisa menimbulkan ancaman PHK dan relokasi pabrik plastik. (mh/sf)